Emang Remaja Sudah Siap Nikah?

P
PPK ORMAWA 2 months ago
Emang Remaja Sudah Siap Nikah?

Pernikahan, sebuah momen sakral yang diimpikan oleh setiap pasangan. Namun, apakah menikah di usia sangat muda adalah pilihan yang bijak? Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), angka pernikahan dini di Indonesia masih cukup tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak remaja yang belum siap secara fisik, mental, dan ekonomi untuk membangun rumah tangga.

 

Pernikahan adalah sebuah ikatan resmi antara dua individu yang diakui oleh hukum, agama, atau masyarakat. Ikatan ini biasanya melibatkan komitmen jangka panjang dan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, diperlukan kesiapan yang cukup matang antara dua individu untuk menjalani pernikahan. Beberapa aspek kesiapan yang diperlukan untuk menikah antara lain sebagai berikut:

 

Sayangnya, banyak remaja yang belum memiliki kesiapan yang matang untuk menikah. Hal ini disebabkan karena remaja belum memiliki cukup pengalaman hidup, belum siap secara emosional dan finansial untuk membangun keluarga, serta kurangnya pengetahuan tentang pernikahan dan seksualitas.

  1. Kesiapan emosional, mampu memahami cinta, komitmen, dan tanggung jawab dalam pernikahan.
  2. Kesiapan finansial, mampu mandiri secara ekonomi dan merencanakan masa depan keluarga.
  3. Kesiapan intelektual, memiliki pengetahuan tentang pernikahan, seksualitas, dan parenting.
  4. Kesiapan sosial, mampu berinteraksi dengan orang lain, membangun hubungan yang sehat, dan menyelesaikan konflik.

 

Pernikahan dini dapat memberikan dampak yang cukup luas dalam berbagai aspek kehidupan. Selain berisiko terhadap kesehatan fisik dan mental, pernikahan dini juga berimplikasi pada aspek sosial ekonomi. Pendidikan yang terputus, peluang kerja yang terbatas, dan siklus kemiskinan yang berkelanjutan menjadi beberapa konsekuensi yang sering dialami oleh pasangan muda. 

 

Pernikahan dini juga menyebabkan angka kematian ibu dan anak meningkat, penularan infeksi menular seksual, dan kekerasan semakin meningkat bila dibandingkan dengan perempuan yang menikah pada usia >21 tahun. Dampak lain dari pernikahan dini ini dapat memberikan tekanan psikologis yang berat bagi remaja. Kurangnya kematangan emosional dan pengalaman hidup membuat remaja sulit menghadapi berbagai tantangan dalam pernikahan. Hal ini dapat berdampak pada kualitas hubungan mereka dengan pasangan dan anak-anaknya. 

 

Upaya meningkatkan wawasan mengenai pendewasaan usia pernikahan merupakan tanggung jawab bagi semua pihak. Hal ini bisa dimulai dari individu, dimana remaja perlu aktif mencari informasi, membangun jaringan positif, dan menentukan tujuan hidup. Pihak keluarga berperan dalam memberikan pendidikan seks yang komprehensif dan menciptakan lingkungan yang suportif. Sekolah memiliki peran mengintegrasikan materi kesehatan reproduksi dalam kurikulum. Pemerintah juga harus berperan aktif melalui kebijakan yang mendukung, seperti penegakan hukum, program pendidikan, dan keluarga berencana. Masyarakat secara luas dapat berkontribusi dengan memberikan dukungan kepada remaja dan menciptakan lingkungan yang aman. Dengan sinergi yang baik, kita dapat menciptakan generasi muda yang lebih siap menghadapi masa depan.

Pendewasaan usia pernikahan bukan hanya sekadar angka, tetapi investasi untuk masa depan yang lebih baik. Dengan memberikan waktu bagi remaja untuk tumbuh dan berkembang secara utuh, kita telah memberikan mereka kesempatan untuk membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera.